Untuk
membahas tema diatas terlebih dahulu kita mendefenisikan satu persatu kata dari
tema kita.
DEKONSTRUKSI
adalah sebuah metode pembacaan teks. dekonstruksi menunjukkan bahwa dalam
setiap teks selalu hadir anggapan-anggapan yang
dianggap absolut. Padahal, setiap anggapan selalu kontekstual: anggapan selalu
hadir sebagai konstruksi sosial yang menyejarah. Maksudnya, anggapan-anggapan
tersebut tidak mengacu kepada makna final. Anggapan-anggapan tersebut hadir
sebagai jejak yang bisa dirunut pembentukannya dalam sejarah.
Jacques
Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu
kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final.
Inilah yang Derrida sebut sebagai Logosentrisme.
Yaitu, kecenderungan untuk mengacu kepada suatu metafisika
tertentu, suatu kehadiran objek absolut tertentu. Dengan metode dekonstruksi,
Derrida ingin membuat kita kritis terhadap teks.
Dekonstruksi merupakan teori baru dan cara pandang
baru untuk mencapai pengetahuan, yang diperkenalkan oleh derrida. Dekonstruksi,
merupakan teori kritik yang mengkonstruk ulang pengetahuan yang dianggap baku. Dekonstruksi
berpandangan bahwa kita tidak bisa menetapkan sesuatu yang dianggap terkonstruk
dengan baik itu adalah sesuatu yang benar. Karena manusia memiliki kemampuan
tersendiri dalam memahami realitas ini. Pemikiran manusia yang dinamis dan
kontekstual ini, merupakan konsekuensi logis dari cepatnya perubahan yang
terjadi di masyarakat.
Misalnya saja ketika struktuktur menentukan bahwa
tolak ukur senior di dalam kampus adalah orang-orang yang angkatannya lebih
tinggi, sedang angkatan yang lebih rendah dianggap sebagai junior dalam kampus.
Dengan demikian kita ingin mengkritisi apa yang dimaksud
dengan senior.
SENIOR adalah seseorang yang memberikan kontribusi
pengetahuan kepada kita, atau dengan kata lain ia telah membagi pengalaman dan
pengetahuannya kepada kita. Jika bentuk kelaziman
yang biasa kita dapatkan bahwasanya senior adalah mahasiswa yang lebih dahulu
terdaftar namanya di perguruan tinggi yang ada.
Senior menurut saya adalah seseorang yang telah
sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan
demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat
ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia
jelaskan.
Dengan
demikian senior adalah orang-orang yang mumpuni
secara
intelektual
atau tidak di ragukan lagi
dan satu hal yang tak kalah pentingnya lagi bahwa ia secara spiritual dekat
dengan sang pencipta.
MAHASISWA secara bahasa berasal dari dua suku kata yakni Maha dan
Siswa. Maha itu berarti ter(tinggi), sedang siswa adalah pelajar yang masih
berproses dalam mencari pengetahuan dan mengekspresikan apa yang ada pada
dirinya. Dengan demikian mahasiswa adalah seseorang yang melakukan proses
pendidikan di perguruan tinggi.
Mahasiswa menurut saya adalah
seseorang yang senantiasa mengaktualkan segala potensinya dan ia mampu
mempertanggung jawabkan apa-apa saja yang ia lakukan kepada masyarakat.
Mahasiswa memiliki tiga fungsi, yakni agen of change, social of control dan
moral of worce.
Dimana ketika ketiga fungsi ini tiada pada sosok mahasiswa maka ia
dipertanyakan kemahasiswaannya.
Setelah kita mengetahui defenisi dari DEKONSTRUKSI SENIORITAS MAHASISWA maka
ada beberapa hal yang mesti kita perbincangkan mengenai tema kita, yakni
1.
Kehidupan
mahasiswa di kampus UIN alauddin Makassar
a.
Penerimaan
mahasiswa baru
b.
Pengenalan
kampus
c.
Perjalanan
pembelajaran dikampus
2.
Peran organisasi
terhadap mahasiswa
a.
Organisasi intra
kampus
b.
Organisasi
ekstra kampus
c.
Penyalahgunaan
organisasi
3.
Dekonstruksi
senioritas mahasiswa menuju kemahasiswaan berparadigma integritas
a.
Dekonstruksi
kehidupan mahasiswa
b.
Dekonstruksi
peran organisasi terhadap mahasiswa
c.
Mahasiswa yang
berparadikma integritas
Tema dan subtema yang kita akan bahas ini merupakan
hasil dari apa yang penulis pantau sejak tahun 2009
hingga kini meskipun tidak dengan menggunakan metode yang tertulis.
1.
Kehidupan mahasiswa di
kampus uin alauddin makassar
Mahasiswa
merupakan tingkat pelajar yang tertinggi dan karena tingkat yang tertinggi tersebut
ia menjadikan/mendeklarasikan bahwa dirinya memiliki tiga fungsi dalam struktur
sosial, yakni sebagai agen of change(perubah), sosial of control(mengontrol)
dan moral of wors(akhlak terpuji). Ketiga fungsi yang terdoktrin pada diri
mahasiswa tersebut sehingga ia memiliki dasar untuk melakukan aktifitasnya.
Banyak
aktifitas yang dilakukan oleh mahasiswa mulai dari aktifitasnya yang
berenang-senang sampai pada demonstrasi untuk membela masyarakat, hal tersebut
sangat dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan yang dianggapnya. Kita mengetahui
bersama bahwa mahasiswa terdiri dari tiga kecendrungan, yakni akademis, aktifis
dan hedonis. Ketiga kecendrungan inilah yang senantiasa mewarnai dialektika
kehidupan kampus.
Terlepas
dari kategorisasi diatas bahwasanya, ketika mereka memasuki kehidupan kampus
maka yang paling berperan penting dalam pembentukan mereka adalah bagaimana
mereka diperkenalkan dialektika kampus ketika mereka melanjutkan studynya ke
perguruan negeri (awal masuknya ia di kampus). Dengan demikian yang paling berperan
penting dalam pembentukan karakteristik mereka adalah PARA SENIOR mereka baik itu
akademis, aktifis maupun yang hedonis.
Dari
ketiga kecendrungan yang ada(baik itu akademisi, aktifis maupun hedonis)
memiliki pembacaan tersendiri mengenai kehidupan kampus dan perekrutan mereka
juga memiliki metode yang berbeda, dimana pembacaan maupun perekrutan mereka
telah disusun dengan rapi.
Jika
kita tinjau dari segi eksistensi manusia, maka kita akan melihat bahwa mereka
pada dasarnya ingin menjadi penguasa (dalam artian menaklukkan pendapat orang
lain agar ia(korban) mengikuti apa yang diinginkannya). Penulis melihat bahwa
unsur penguasa pada diri manusia dikarenakan ia(person tersebut) ingin menjadi
abadi.
Lebih jelasnya untuk membahas
mengenai peran akademis, aktifis maupun hedonis kita akan membahas mengenai
perannya dalam memanfaatkan organisasi intra maupun eksternal kampus.
a. Penerimaan
mahasiswa baru
Ketika
lulus dari sekolah menengah atas, biasanya para siswa tersebut melanjutkan
jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi, kebanyakan dari mereka tidak
tahu-menahu mengenai kehidupan kampus. Yang mereka ketahui hanyalah ingin
melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi. Sangat disayangkan
kepolosan mereka kadang kala di manfaatkan oleh para SENIOR. Para SENIOR yang
ada disekeliling siswa tersebut mengarahkannya ke kampus yang mereka inginkan.
Dengan demikian karena siswa ini terpengaruh, maka iapun mendaftarkan dirinya
ke kampus. Akan tetapi ada juga diantara mereka yang mendaftar ke kampus karena
kesadarannya memilih kampus dan jurusan yang akan di tujunya.
Ketika
hendak mendaftarkan dirinya ke kampus tersebut para SENIOR yang lainnya
memperkenalkan kepada siswa ini, berupa organisasi(aktivis) yang baik untuk
para calon mahasiswa dengan poin-poin yang menjanjikan untuk dirinya(siswa).
Biasanya para aktivis ini mendoktrin siswa dengan mengatakan “untuk apa kau
kesini? Dan apa yang akan kau bawa ketika kau keluar nanti?”. Dan ada pula SENIOR
yang lainnya mengajaknya untuk jalan-jalan keliling kota dengan harapan agar ia
bergabung dengannya bersenang-senang(hedonis). Biasanya para hedonis ini
mendoktrin siswa dengan mengatakan “nikmati masa mudamu karena akan kau sadarji
nanti dengan sendirinya”. Dan ada pula SENIOR yang begitu dermawan(akademisi)
mengajak siswa tersebut untuk belajar. Biasanya para akademisi ini mendoktrin siswa
tersebut dengan mengatakan “cepat-cepatlah selesai dan cari kerja karena orang
tuamu berharap agar kau cepat mendapatkan pekerjaan”.
Luar
biasa apa yang dilakukan oleh para SENIOR kita dalam membentuk karakter kita
sebelum masuk ke dunia kampus yang nyata. Mereka berhasil untuk mempengaruhi
kita untuk mengikuti kemauan mereka yang nota benenya kita tidak bisa keluar
dari lingkaran hegemoni mereka. Perlu saya ulangi bahwa “Jika kita tinjau dari
segi eksistensi manusia, maka kita akan melihat bahwa mereka pada dasarnya
ingin menjadi penguasa (dalam artian menaklukkan pendapat orang lain agar ia
mengikuti apa yang diinginkannya). Penulis melihat bahwa unsur penguasa pada
diri mahasiswa ini dikarenakan ia(person tersebut) ingin menjadi abadi[1]
atau dengan kata lain terbentuknya re-generasi kecendrungan mereka.
b. Pengenalan
kampus
Pengenalan
kampus merupakan model perkenalan fakultas terhadap jurusan-jurusan apa saja
yang ada dalam lingkupannya dan sebagai perkenalan antara mahasiswa baru dan
mahasiswa lama maupun dosen-dosen yang akan mendidik mereka kedepannya.
Akan
tetapi peran dosen pada saat pengenalan kampus bisa dikatakan hanya 10% saja
dan sebagiannya diambil alih oleh SENIOR mereka. Para SENIOR ini mengggunakan
banyak cara untuk mengelabui mereka(MABA) dengan menggunakan/menjual kegiatan
kampus, padahal orientasi mereka untuk memasukkan mahasiswa baru kedalam
organisasi ekstra kampus, dimana bem fakultas maupun universitas di kemudikan
oleh organisasi ekstra kampus. Bagi penulis pada saat pengenalan kampus ini
yang banyak berperan penting adalah aktivis-aktivis, alasan penulis bahwasanya
di UIN Alauddin Makassar ini yang menguasai Badan Eksekutif Mahasiswa adalah
organisasi ekstra kampus.
Di
samping itu para SENIOR yang memiliki otoritas memaksakan mahasiswa baru
tersebut untuk mengikuti kegiatan kampus dan jika tidak mengikuti, maka mereka
akan diancam dengan model yang di inginkan senior itu. Bisa di katakan bahwa
masa-masa tersulit bagi mahasiswa baru yakni
ketika
awal-awal kegiatan pengenalan kampus.
Tidak
bisa di pungkiri bahwa masa pengenalan kampus ini merupakan kesempatan yang
paling tidak bisa di lewatkan oleh organisasi ekstra kampus untuk menggunakan
BEM fakultas maupun universitas sebagai alat orientasi mereka. Sungguh
para SENIOR ini harus bertanggung jawab atas perbentukan karakteristik
mahasiswa baru.
c. Perjalanan
pembelajaran di kampus
Tidak
hanya itu saja pada saat pembelajaran di kampuspun di mulai para SENIOR ini
masih saja bergerak tak henti-hentinya untuk mempengaruhi mahasiswa baru yang
nota benenya tidak tahu menahu dialektika kampus. Mahasiswa baru melalui
masa-masa pembentukan yang memprihatinkan untuk kita cermati, karena mereka
seolah-olah di jadikan aset penerus organisasi yang bisa di manfaatkan kapan
saja.
Bukan
hanya para aktivis yang bergerak pada
tahap ini para akademisi maupun hedonis pun turut andil dalam
mempengaruhi maupun pembentukan karakteristik mahasiswa baru. Sebenarnya jika
kita melihat masa pembentukan karakteristik mahasiswa baru pada tahap ini
menjadi tidak stabil atau dengan kata lain seringkali ia merasa terdoncang oleh
dorongan hegemoni SENIOR mereka. Nah jika hal yang demikian sering kali dialami
oleh mahasiswa baru, maka akan mengakibatkan skeptisitas pada diri mereka.
Siapa
yang akan bertanggung jawab atas penimpaan yang mereka jalani.? Apakah saya.?
Ataukah anda.? Ataukah mereka.? Dan apa yang bisa kita lakukan sebagai sosok
intelegensia UIN Alauddin Makassar..? ataukah kita akan menyelesaikan hal ini
dengan memberikan tanggung jawab kepada dosen..?
Tidak...
sekali lagi tidak... kitalah yang bertanggung jawab atas apa yang menimpa
mereka sebagai Inteligensia[2]
UIN Alauddin Makassar yang tidak termasuk dari strata kehidupan kampus.
2. Peran
organisasi terhadap mahasiswa
Untuk
membahas mengenai peran organisasi terhadap mahasiswa ini, penulis melakukan
pendekatan yang berbeda dari yang lazimnya digunakan dalam pendekatan
organisasi. Penulis melihat pada konteks UIN Alauddin Makassar organisasi lebih
tepatnya sebagai wadah ekspresi bagi mahasiswa secara kultural atau dengan kata
lain pemberian kajian atau pembelajaran bagi mahasiswa dimana mahasiswa
memiliki jiwa penasaran/ keingintahuannya terhadap ilmu pengetahuan maupun
agama, alasannya yang memberikan wadah secara struktural tepatnya bukan
organisasi melainkan pembelajaran yang kita dapatkan di bangku perkuliahan.
Bagi
penulis –sebelumnya minta maaf kepada teman-teman seorganisasi dan organisasi
manapun– bahwasanya apa yang selama ini kita gembar-gemborkan mengenai peran
mahasiswa sebagai agen of change, sosial of control maupun moral of wors merupakan suatu gagasan yang
mengantarkan kita pada peng-ideal-an identitas[3]
yang dimana gagasan tersebut seolah-olah pembenaran atas apa yang kita
ekspresikan.
Penulis
tidak punya maksud untuk memisahkan peran mahasiswa terhadap perubahan sosial
yang terjadi di indonesia melainkan dengan pembacaan kami –yang masih
minim–menyesuaikan dengan konteks UIN Alauddin Makassar saja. Bahwa realitas
yang terjadi memang seperti demikian.
Untuk
membuktikan apa yang penulis anggap maka kita akan membahas pengaruh organisasi
intra maupun ekstra kampus terhadap perkembangan karakteristik mahasiswa baru.
a. Pengaruh
organisasi intra maupun ekstra kampus
Organisasi
intra kampus yang ada di kampus UIN Alauddin Makassar mulai dari UKM, BEM
sampai pada HMJ. Masing-masing dari organisasi intra kampus ini memiliki peran
dan fungsi tersendiri dalam pembentukan karakter mahasiswa baru.
Bermacam-macamnya organisasi ini melibatkan setidaknya organisasi ekstra kampus
untuk memanfaatkan posisi terpenting dari organisasi intra kampus tersebut.
Apalagi yang paling rawan akan perebutan itu adalah di Badan Eksekutif
Mahasiswa baik itu universitas maupun fakultas.
Rawannya
perebutan itu mengakibatkan keterlupaan mereka akan identitas mereka sebagai
mahasiswa(yang digembar-gemborkan tadi). Mereka disibukkan pada perebutan
kekuasaan dan tak peduli lagi dengan tujuan mereka. Padahal seharusnya mereka
mengurus kajian keilmuan maupun masalah agama dan bahkan masyarakat jika perlu.
Ketika
fokusnya mahasiswa pada perebutan tersebut, maka akankah ada lagi peran mereka
terhadap masyarakat..? masihkah kita menganggap gerakan kita berdasarkan
keinginan masyarakat..?
Ketika
organisasi mahasiswa bersentuhan langsung dengan perpolitikan negara
(partisipasi politik), maka sama halnya dengan bunuh diri. kenapa..? jika di
hubungkan dengan organisasi terbesar yakni negara maka organisasi mahasiswa
tidak akan memiliki kuasa atas kebijakan publik. Jika kita menganggap bahwa
berdemonstrasi merupakan salah satu bentuk control sosial dari pergerakan
mahasiswa, maka bukti apa yang telah dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Misalkan
saja pada demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan organisasi ekstra
kampus pada saat penyerangan sekret cabang makassar. Ternyata pada demonstrasi
tersebut berefek pada pengalihan issu century yang sampai sekarang tidak lagi
terdengar di media.
Dengan
demikian ketika kita ingin seobjektif mungkin memandang organisasi yang
berkaitan dengan dialektika kampus, maka organisasi hanyalah sebagai wadah
pembelajaran kita agar nantinya bisa kita gunakan untuk masyarakat.
b. Penyalah
gunaan organisasi
Bagi
penulis penyalah gunaan organisasi disebabkan karena adanya klaiman person(SENIOR)
atas kepantasannya untuk menjaga nama baik organisasi. Atas pengklaiman
tersebut membuat dirinya terobsesi menjadi penguasa. Ketika ia memiliki
otoritas akan kedudukannya, iapun mengolahnya sesuai dengan apa yang di
inginkannya.
Dengan
demikian kita membutuhkan SENIOR yang memiliki kredibilitas keilmuan maupun
keagamaan dan pada saat yang sama iapun mahir dalam mengembalikan fungsi
mahasiswa sebagaimana adanya[4].
Telah dijelaskan pada saat pengantar tulisan ini: Senior menurut saya adalah seseorang yang telah
sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan
demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat
ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia
jelaskan. Penulis mengistilahkan sosok senior
tersebut sebagai “SENIOR INTELIGENSIA”
3. Dekonstruksi senioritas mahasiswa menuju kemahasiswaan berparadigma integritas
Telah
beberapa kali kami jelaskan bahwa seorang SENIOR merupakan seorang mahasiswa
yang lebih dahulu terdaftar namanya di perguruan tinggi yang ada. Tapi apakah
demikian jika kita melihat secara filosofis.? Tidak sama sekali tidak demikian
sebenarnya tolak ukur seorang mahasiswa yang memiliki karakter SENIOR adalah seseorang yang telah sanggup menjawab
pertanyaan-pertanyaan seputar ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan
demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat
ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia
jelaskan.
Jika
kita masih menganggap tolak ukurnya adalah lebih dahulu, maka akan memungkinkan
ia akan menggunakan otoritasnya sebagai penguasa dimana kecendrungannya
tersebut merupakan hasrat untuk mengabadi.
Lantas
SENIOR seperti apa yang kita butuhkan agar kita tidak terjebak pada
hegemoni-hegemoni senior yang hanya mementingkan dirinya sendiri..? sekali lagi
penulis memiliki istilah tersendiri yakni SENIOR INTELIGENSIA. Senior yang
memiliki kapasitas keilmuan maupun spiritual dimana ia mampu menjawab
persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan ia mampu menjelaskan kepada
juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan
Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia jelaskan.
Bagaimana
kita mengatasi mistaken identitas[5]
oleh para SENIOR yang sok kuasa tersebut? Pertama kali yang dirubah oleh Sosok
SENIOR INTELIGENSIA adalah pembentukan ideas/paradigma mahasiswa baru dengan
memperkenalkan secara objektif bagaimana krisis pengetahuan maupun spritualitas
yang ada di UIN Alauddin Makassar dan
membentuk kesadaran pada diri mahasiswa baru.
Mahasiswa yang berparadikma
integritas
Tidak
bisa di pungkiri bahwa sekularisasi masih mengancam ummat islam, dimana arus yang
mereka konstruk begitu deras.
Dengan terbentuknya ideas/paradigma yang holistik dan kesadaran
akan problem sosial maka kita –minimal secara individual– menahan arus
tersebut. Dengan upaya SENIOR INTELIGENSIA membentuk karakter baru –yang di
luar strata kampus– bagi mahasiswa baru, maka akan dengan sendirinya terbentuk
kehidupan yang harmonis antara mahasiswa.
Sesuai
dengan tugas SENIOR INTELEGENSIA bahwasanya ia menjelaskan seputar ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis.
Dan iapun mampu menjelaskan kepada juniornya persoalan-persoalan
yang berkembang saat ini dan penyelesaiannya seperti bagaimana yang ditawarkan, Agar terwujud
mahasiswa yang berparadigma integritas.
Agar
tidak terkesan seperti harapan belaka, sebenarnya saya terinspirasi dari SENIOR
INTELEGENSIA ini dari senior kami yakni kanda M. Ramli Sirajuddin (Ramest) dan Ramadhan laudu (Ragend). Terima kasih
[1] Abadi dalam artian disini bahwasanya kecendrungan manusia untuk
menyejarah atau mempertahankan spesisnya.
[2] Mengenai intelegensia, mungkin teman-teman bisa membaca karya yudi
latif yakni inteligensia muslim dan kuasa; genealogi inteligensia muslim
indonesia abad ke-20. Maaf saya tidak menjelaskan lebih jauh, biarlah
teman-teman sendiri yang membacanya.
[3] Istilah ini terinspirasi dari hasil diskusi saya kepada senior saya
yakni ka’ Muhammad Ramli Sirajuddin biasa disapa ka’ Ramest(jurusan sosiologi
agama). Beliau adalah guru sekaligus pembimbing intelektual kami di ushuluddin.
Dialah yang mempertahankan nilai ushuluddin di fakultas kami sehingga kami
masih bisa dikenal di fakultas-fakultas lain yang memiliki ciri khas
intelektual.
[4] Yang penulis maksud sebagaimana adanya ini, yakni mahasiswa yang
betul-betul memiliki fungsi sebagai sosial of control, agen of change dan moral
of wors secara universal bukan secara konteks UIN Alauddin Makassar.
[5] Istilah ini juga terinspirasi dari ka’ ramest, tapi istilah beliau
adalah krisis identitas
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.name
dewa-lotto.cc
dewa-lotto.vip