Senin, 25 Juni 2012

DEKONSTRUKSI SENIORITAS MAHASISWA


Untuk membahas tema diatas terlebih dahulu kita mendefenisikan satu persatu kata dari tema kita.
DEKONSTRUKSI adalah sebuah metode pembacaan teks. dekonstruksi menunjukkan bahwa dalam setiap teks selalu hadir anggapan-anggapan yang dianggap absolut. Padahal, setiap anggapan selalu kontekstual: anggapan selalu hadir sebagai konstruksi sosial yang menyejarah. Maksudnya, anggapan-anggapan tersebut tidak mengacu kepada makna final. Anggapan-anggapan tersebut hadir sebagai jejak yang bisa dirunut pembentukannya dalam sejarah.
Jacques Derrida menunjukkan bahwa kita selalu cenderung untuk melepaskan teks dari konteksnya. Satu term tertentu kita lepaskan dari konteks (dari jejaknya) dan hadir sebagai makna final. Inilah yang Derrida sebut sebagai Logosentrisme. Yaitu, kecenderungan untuk mengacu kepada suatu metafisika tertentu, suatu kehadiran objek absolut tertentu. Dengan metode dekonstruksi, Derrida ingin membuat kita kritis terhadap teks.
Dekonstruksi merupakan teori baru dan cara pandang baru untuk mencapai pengetahuan, yang diperkenalkan oleh derrida. Dekonstruksi, merupakan teori kritik yang mengkonstruk ulang pengetahuan yang dianggap baku. Dekonstruksi berpandangan bahwa kita tidak bisa menetapkan sesuatu yang dianggap terkonstruk dengan baik itu adalah sesuatu yang benar. Karena manusia memiliki kemampuan tersendiri dalam memahami realitas ini. Pemikiran manusia yang dinamis dan kontekstual ini, merupakan konsekuensi logis dari cepatnya perubahan yang terjadi di masyarakat.
Misalnya saja ketika struktuktur menentukan bahwa tolak ukur senior di dalam kampus adalah orang-orang yang angkatannya lebih tinggi, sedang angkatan yang lebih rendah dianggap sebagai junior dalam kampus.
Dengan demikian kita ingin mengkritisi apa yang dimaksud dengan senior.
SENIOR adalah seseorang yang memberikan kontribusi pengetahuan kepada kita, atau dengan kata lain ia telah membagi pengalaman dan pengetahuannya kepada kita. Jika bentuk kelaziman yang biasa kita dapatkan bahwasanya senior adalah mahasiswa yang lebih dahulu terdaftar namanya di perguruan tinggi yang ada.
Senior menurut saya adalah seseorang yang telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar  ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia jelaskan.
Dengan demikian senior adalah orang-orang yang mumpuni secara intelektual atau tidak di ragukan lagi dan satu hal yang tak kalah pentingnya lagi bahwa ia secara spiritual dekat dengan sang pencipta.
MAHASISWA secara bahasa berasal dari dua suku kata yakni Maha dan Siswa. Maha itu berarti ter(tinggi), sedang siswa adalah pelajar yang masih berproses dalam mencari pengetahuan dan mengekspresikan apa yang ada pada dirinya. Dengan demikian mahasiswa adalah seseorang yang melakukan proses pendidikan di perguruan tinggi.
Mahasiswa menurut saya adalah seseorang yang senantiasa mengaktualkan segala potensinya dan ia mampu mempertanggung jawabkan apa-apa saja yang ia lakukan kepada masyarakat. Mahasiswa memiliki tiga fungsi, yakni agen of change, social of control dan moral of worce. Dimana ketika ketiga fungsi ini tiada pada sosok mahasiswa maka ia dipertanyakan kemahasiswaannya.
Setelah kita mengetahui defenisi dari DEKONSTRUKSI SENIORITAS MAHASISWA maka ada beberapa hal yang mesti kita perbincangkan mengenai tema kita, yakni
1.      Kehidupan mahasiswa di kampus UIN alauddin Makassar
a.       Penerimaan mahasiswa baru
b.      Pengenalan kampus
c.       Perjalanan pembelajaran dikampus
2.      Peran organisasi terhadap mahasiswa
a.       Organisasi intra kampus
b.      Organisasi ekstra kampus
c.       Penyalahgunaan organisasi
3.      Dekonstruksi senioritas mahasiswa menuju kemahasiswaan berparadigma integritas
a.       Dekonstruksi kehidupan mahasiswa
b.      Dekonstruksi peran organisasi terhadap mahasiswa
c.       Mahasiswa yang berparadikma integritas
Tema dan subtema yang kita akan bahas ini merupakan hasil dari apa yang penulis pantau sejak tahun 2009 hingga kini meskipun tidak dengan menggunakan metode yang tertulis.
1.      Kehidupan mahasiswa di kampus uin alauddin makassar
Mahasiswa merupakan tingkat pelajar yang tertinggi dan karena tingkat yang tertinggi tersebut ia menjadikan/mendeklarasikan bahwa dirinya memiliki tiga fungsi dalam struktur sosial, yakni sebagai agen of change(perubah), sosial of control(mengontrol) dan moral of wors(akhlak terpuji). Ketiga fungsi yang terdoktrin pada diri mahasiswa tersebut sehingga ia memiliki dasar untuk melakukan aktifitasnya.
Banyak aktifitas yang dilakukan oleh mahasiswa mulai dari aktifitasnya yang berenang-senang sampai pada demonstrasi untuk membela masyarakat, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat kenyamanan yang dianggapnya. Kita mengetahui bersama bahwa mahasiswa terdiri dari tiga kecendrungan, yakni akademis, aktifis dan hedonis. Ketiga kecendrungan inilah yang senantiasa mewarnai dialektika kehidupan kampus.
Terlepas dari kategorisasi diatas bahwasanya, ketika mereka memasuki kehidupan kampus maka yang paling berperan penting dalam pembentukan mereka adalah bagaimana mereka diperkenalkan dialektika kampus ketika mereka melanjutkan studynya ke perguruan negeri (awal masuknya ia di kampus). Dengan demikian yang paling berperan penting dalam pembentukan karakteristik mereka adalah PARA SENIOR mereka baik itu akademis, aktifis maupun yang hedonis.
Dari ketiga kecendrungan yang ada(baik itu akademisi, aktifis maupun hedonis) memiliki pembacaan tersendiri mengenai kehidupan kampus dan perekrutan mereka juga memiliki metode yang berbeda, dimana pembacaan maupun perekrutan mereka telah disusun dengan rapi.
Jika kita tinjau dari segi eksistensi manusia, maka kita akan melihat bahwa mereka pada dasarnya ingin menjadi penguasa (dalam artian menaklukkan pendapat orang lain agar ia(korban) mengikuti apa yang diinginkannya). Penulis melihat bahwa unsur penguasa pada diri manusia dikarenakan ia(person tersebut) ingin menjadi abadi.
            Lebih jelasnya untuk membahas mengenai peran akademis, aktifis maupun hedonis kita akan membahas mengenai perannya dalam memanfaatkan organisasi intra maupun eksternal kampus.
a.       Penerimaan mahasiswa baru
Ketika lulus dari sekolah menengah atas, biasanya para siswa tersebut melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi, kebanyakan dari mereka tidak tahu-menahu mengenai kehidupan kampus. Yang mereka ketahui hanyalah ingin melanjutkan jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi. Sangat disayangkan kepolosan mereka kadang kala di manfaatkan oleh para SENIOR. Para SENIOR yang ada disekeliling siswa tersebut mengarahkannya ke kampus yang mereka inginkan. Dengan demikian karena siswa ini terpengaruh, maka iapun mendaftarkan dirinya ke kampus. Akan tetapi ada juga diantara mereka yang mendaftar ke kampus karena kesadarannya memilih kampus dan jurusan yang akan di tujunya.
Ketika hendak mendaftarkan dirinya ke kampus tersebut para SENIOR yang lainnya memperkenalkan kepada siswa ini, berupa organisasi(aktivis) yang baik untuk para calon mahasiswa dengan poin-poin yang menjanjikan untuk dirinya(siswa). Biasanya para aktivis ini mendoktrin siswa dengan mengatakan “untuk apa kau kesini? Dan apa yang akan kau bawa ketika kau keluar nanti?”. Dan ada pula SENIOR yang lainnya mengajaknya untuk jalan-jalan keliling kota dengan harapan agar ia bergabung dengannya bersenang-senang(hedonis). Biasanya para hedonis ini mendoktrin siswa dengan mengatakan “nikmati masa mudamu karena akan kau sadarji nanti dengan sendirinya”. Dan ada pula SENIOR yang begitu dermawan(akademisi) mengajak siswa tersebut untuk belajar. Biasanya para akademisi ini mendoktrin siswa tersebut dengan mengatakan “cepat-cepatlah selesai dan cari kerja karena orang tuamu berharap agar kau cepat mendapatkan pekerjaan”.
Luar biasa apa yang dilakukan oleh para SENIOR kita dalam membentuk karakter kita sebelum masuk ke dunia kampus yang nyata. Mereka berhasil untuk mempengaruhi kita untuk mengikuti kemauan mereka yang nota benenya kita tidak bisa keluar dari lingkaran hegemoni mereka. Perlu saya ulangi bahwa “Jika kita tinjau dari segi eksistensi manusia, maka kita akan melihat bahwa mereka pada dasarnya ingin menjadi penguasa (dalam artian menaklukkan pendapat orang lain agar ia mengikuti apa yang diinginkannya). Penulis melihat bahwa unsur penguasa pada diri mahasiswa ini dikarenakan ia(person tersebut) ingin menjadi abadi[1] atau dengan kata lain terbentuknya re-generasi kecendrungan mereka.

b.      Pengenalan kampus
Pengenalan kampus merupakan model perkenalan fakultas terhadap jurusan-jurusan apa saja yang ada dalam lingkupannya dan sebagai perkenalan antara mahasiswa baru dan mahasiswa lama maupun dosen-dosen yang akan mendidik mereka kedepannya.
Akan tetapi peran dosen pada saat pengenalan kampus bisa dikatakan hanya 10% saja dan sebagiannya diambil alih oleh SENIOR mereka. Para SENIOR ini mengggunakan banyak cara untuk mengelabui mereka(MABA) dengan menggunakan/menjual kegiatan kampus, padahal orientasi mereka untuk memasukkan mahasiswa baru kedalam organisasi ekstra kampus, dimana bem fakultas maupun universitas di kemudikan oleh organisasi ekstra kampus. Bagi penulis pada saat pengenalan kampus ini yang banyak berperan penting adalah aktivis-aktivis, alasan penulis bahwasanya di UIN Alauddin Makassar ini yang menguasai Badan Eksekutif Mahasiswa adalah organisasi ekstra kampus.
Di samping itu para SENIOR yang memiliki otoritas memaksakan mahasiswa baru tersebut untuk mengikuti kegiatan kampus dan jika tidak mengikuti, maka mereka akan diancam dengan model yang di inginkan senior itu. Bisa di katakan bahwa masa-masa tersulit bagi mahasiswa baru yakni ketika awal-awal kegiatan pengenalan kampus.
Tidak bisa di pungkiri bahwa masa pengenalan kampus ini merupakan kesempatan yang paling tidak bisa di lewatkan oleh organisasi ekstra kampus untuk menggunakan BEM fakultas maupun universitas sebagai alat orientasi mereka. Sungguh para SENIOR ini harus bertanggung jawab atas perbentukan karakteristik mahasiswa baru.

c.       Perjalanan pembelajaran di kampus
Tidak hanya itu saja pada saat pembelajaran di kampuspun di mulai para SENIOR ini masih saja bergerak tak henti-hentinya untuk mempengaruhi mahasiswa baru yang nota benenya tidak tahu menahu dialektika kampus. Mahasiswa baru melalui masa-masa pembentukan yang memprihatinkan untuk kita cermati, karena mereka seolah-olah di jadikan aset penerus organisasi yang bisa di manfaatkan kapan saja.
Bukan hanya para aktivis yang bergerak pada tahap ini para akademisi maupun hedonis pun turut andil dalam mempengaruhi maupun pembentukan karakteristik mahasiswa baru. Sebenarnya jika kita melihat masa pembentukan karakteristik mahasiswa baru pada tahap ini menjadi tidak stabil atau dengan kata lain seringkali ia merasa terdoncang oleh dorongan hegemoni SENIOR mereka. Nah jika hal yang demikian sering kali dialami oleh mahasiswa baru, maka akan mengakibatkan skeptisitas pada diri mereka.
Siapa yang akan bertanggung jawab atas penimpaan yang mereka jalani.? Apakah saya.? Ataukah anda.? Ataukah mereka.? Dan apa yang bisa kita lakukan sebagai sosok intelegensia UIN Alauddin Makassar..? ataukah kita akan menyelesaikan hal ini dengan memberikan tanggung jawab kepada dosen..?
Tidak... sekali lagi tidak... kitalah yang bertanggung jawab atas apa yang menimpa mereka sebagai Inteligensia[2] UIN Alauddin Makassar yang tidak termasuk dari strata kehidupan kampus.

2.      Peran organisasi terhadap mahasiswa
Untuk membahas mengenai peran organisasi terhadap mahasiswa ini, penulis melakukan pendekatan yang berbeda dari yang lazimnya digunakan dalam pendekatan organisasi. Penulis melihat pada konteks UIN Alauddin Makassar organisasi lebih tepatnya sebagai wadah ekspresi bagi mahasiswa secara kultural atau dengan kata lain pemberian kajian atau pembelajaran bagi mahasiswa dimana mahasiswa memiliki jiwa penasaran/ keingintahuannya terhadap ilmu pengetahuan maupun agama, alasannya yang memberikan wadah secara struktural tepatnya bukan organisasi melainkan pembelajaran yang kita dapatkan di bangku perkuliahan.
Bagi penulis –sebelumnya minta maaf kepada teman-teman seorganisasi dan organisasi manapun– bahwasanya apa yang selama ini kita gembar-gemborkan mengenai peran mahasiswa sebagai agen of change, sosial of control maupun moral of  wors merupakan suatu gagasan yang mengantarkan kita pada peng-ideal-an identitas[3] yang dimana gagasan tersebut seolah-olah pembenaran atas apa yang kita ekspresikan.
Penulis tidak punya maksud untuk memisahkan peran mahasiswa terhadap perubahan sosial yang terjadi di indonesia melainkan dengan pembacaan kami –yang masih minim–menyesuaikan dengan konteks UIN Alauddin Makassar saja. Bahwa realitas yang terjadi memang seperti demikian.
Untuk membuktikan apa yang penulis anggap maka kita akan membahas pengaruh organisasi intra maupun ekstra kampus terhadap perkembangan karakteristik mahasiswa baru.
a.       Pengaruh organisasi intra maupun ekstra kampus
Organisasi intra kampus yang ada di kampus UIN Alauddin Makassar mulai dari UKM, BEM sampai pada HMJ. Masing-masing dari organisasi intra kampus ini memiliki peran dan fungsi tersendiri dalam pembentukan karakter mahasiswa baru. Bermacam-macamnya organisasi ini melibatkan setidaknya organisasi ekstra kampus untuk memanfaatkan posisi terpenting dari organisasi intra kampus tersebut. Apalagi yang paling rawan akan perebutan itu adalah di Badan Eksekutif Mahasiswa baik itu universitas maupun fakultas.
Rawannya perebutan itu mengakibatkan keterlupaan mereka akan identitas mereka sebagai mahasiswa(yang digembar-gemborkan tadi). Mereka disibukkan pada perebutan kekuasaan dan tak peduli lagi dengan tujuan mereka. Padahal seharusnya mereka mengurus kajian keilmuan maupun masalah agama dan bahkan masyarakat jika perlu.
Ketika fokusnya mahasiswa pada perebutan tersebut, maka akankah ada lagi peran mereka terhadap masyarakat..? masihkah kita menganggap gerakan kita berdasarkan keinginan masyarakat..?
Ketika organisasi mahasiswa bersentuhan langsung dengan perpolitikan negara (partisipasi politik), maka sama halnya dengan bunuh diri. kenapa..? jika di hubungkan dengan organisasi terbesar yakni negara maka organisasi mahasiswa tidak akan memiliki kuasa atas kebijakan publik. Jika kita menganggap bahwa berdemonstrasi merupakan salah satu bentuk control sosial dari pergerakan mahasiswa, maka bukti apa yang telah dilakukan oleh gerakan mahasiswa. Misalkan saja pada demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan organisasi ekstra kampus pada saat penyerangan sekret cabang makassar. Ternyata pada demonstrasi tersebut berefek pada pengalihan issu century yang sampai sekarang tidak lagi terdengar di media.
Dengan demikian ketika kita ingin seobjektif mungkin memandang organisasi yang berkaitan dengan dialektika kampus, maka organisasi hanyalah sebagai wadah pembelajaran kita agar nantinya bisa kita gunakan untuk masyarakat.

b.      Penyalah gunaan organisasi
Bagi penulis penyalah gunaan organisasi disebabkan karena adanya klaiman person(SENIOR) atas kepantasannya untuk menjaga nama baik organisasi. Atas pengklaiman tersebut membuat dirinya terobsesi menjadi penguasa. Ketika ia memiliki otoritas akan kedudukannya, iapun mengolahnya sesuai dengan apa yang di inginkannya.
Dengan demikian kita membutuhkan SENIOR yang memiliki kredibilitas keilmuan maupun keagamaan dan pada saat yang sama iapun mahir dalam mengembalikan fungsi mahasiswa sebagaimana adanya[4]. Telah dijelaskan pada saat pengantar tulisan ini: Senior menurut saya adalah seseorang yang telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar  ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia jelaskan. Penulis mengistilahkan sosok senior tersebut sebagai SENIOR INTELIGENSIA

3.      Dekonstruksi senioritas mahasiswa menuju kemahasiswaan berparadigma integritas
Telah beberapa kali kami jelaskan bahwa seorang SENIOR merupakan seorang mahasiswa yang lebih dahulu terdaftar namanya di perguruan tinggi yang ada. Tapi apakah demikian jika kita melihat secara filosofis.? Tidak sama sekali tidak demikian sebenarnya tolak ukur seorang mahasiswa yang memiliki karakter SENIOR adalah seseorang yang telah sanggup menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar  ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dengan demikian seorang senior mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia jelaskan.
Jika kita masih menganggap tolak ukurnya adalah lebih dahulu, maka akan memungkinkan ia akan menggunakan otoritasnya sebagai penguasa dimana kecendrungannya tersebut merupakan hasrat untuk mengabadi.
Lantas SENIOR seperti apa yang kita butuhkan agar kita tidak terjebak pada hegemoni-hegemoni senior yang hanya mementingkan dirinya sendiri..? sekali lagi penulis memiliki istilah tersendiri yakni SENIOR INTELIGENSIA. Senior yang memiliki kapasitas keilmuan maupun spiritual dimana ia mampu menjawab persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan ia mampu menjelaskan kepada juniornya mengenai solusi yang ia tawarkan Dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia jelaskan.
Bagaimana kita mengatasi mistaken identitas[5] oleh para SENIOR yang sok kuasa tersebut? Pertama kali yang dirubah oleh Sosok SENIOR INTELIGENSIA adalah pembentukan ideas/paradigma mahasiswa baru dengan memperkenalkan secara objektif bagaimana krisis pengetahuan maupun spritualitas yang ada di UIN Alauddin Makassar  dan membentuk kesadaran pada diri mahasiswa baru.

Mahasiswa yang berparadikma integritas
Tidak bisa di pungkiri bahwa sekularisasi masih mengancam ummat islam, dimana arus yang mereka konstruk begitu deras. Dengan terbentuknya ideas/paradigma yang holistik dan kesadaran akan problem sosial maka kita –minimal secara individual– menahan arus tersebut. Dengan upaya SENIOR INTELIGENSIA membentuk karakter baru –yang di luar strata kampus– bagi mahasiswa baru, maka akan dengan sendirinya terbentuk kehidupan yang harmonis antara mahasiswa.
Sesuai dengan tugas SENIOR INTELEGENSIA bahwasanya ia menjelaskan seputar  ketuhanan, alam semesta dan manusia secara filosofis. Dan iapun mampu menjelaskan kepada juniornya persoalan-persoalan yang berkembang saat ini dan penyelesaiannya seperti bagaimana yang ditawarkan, Agar terwujud mahasiswa yang berparadigma integritas.
Agar tidak terkesan seperti harapan belaka, sebenarnya saya terinspirasi dari SENIOR INTELEGENSIA ini dari senior kami yakni kanda M. Ramli Sirajuddin (Ramest) dan Ramadhan laudu (Ragend). Terima kasih


[1] Abadi dalam artian disini bahwasanya kecendrungan manusia untuk menyejarah atau mempertahankan spesisnya.
[2] Mengenai intelegensia, mungkin teman-teman bisa membaca karya yudi latif yakni inteligensia muslim dan kuasa; genealogi inteligensia muslim indonesia abad ke-20. Maaf saya tidak menjelaskan lebih jauh, biarlah teman-teman sendiri yang membacanya.
[3] Istilah ini terinspirasi dari hasil diskusi saya kepada senior saya yakni ka’ Muhammad Ramli Sirajuddin biasa disapa ka’ Ramest(jurusan sosiologi agama). Beliau adalah guru sekaligus pembimbing intelektual kami di ushuluddin. Dialah yang mempertahankan nilai ushuluddin di fakultas kami sehingga kami masih bisa dikenal di fakultas-fakultas lain yang memiliki ciri khas intelektual.
[4] Yang penulis maksud sebagaimana adanya ini, yakni mahasiswa yang betul-betul memiliki fungsi sebagai sosial of control, agen of change dan moral of wors secara universal bukan secara konteks UIN Alauddin Makassar.
[5] Istilah ini juga terinspirasi dari ka’ ramest, tapi istilah beliau adalah krisis identitas

1 komentar:

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    BalasHapus